Nyari Kerja
Begitu susahnya mencari uang di
Jakarta membuat diri gue ini frustasi. Berbagai macam profesi sudah gue gulati
dari menjadi satpam hingga tukang ojek tetapi tetap saja kondisi perekonomian
gue begini-begini aja. Tuhan tolong beri petunjuk hamba-Mu ini.
“Tok..tok..tok!” Suara pintu
mengejutkan gue yang sedang asyik bengong sendirian di kamar kos.
“Satria, open the door!” Seseorang sedang memanggil gue di depan kamar kos.
“Siapa?” Tanya gue.
“i am Farhan”
“Farhan??” Gue shock mendengar
namanya.
Sudah gue sangka banget ternyata
si biang keringat berotak udang yang pagi-pagi begini mengganggu acara bengong
gue. apa boleh buat, gue buka aja pintu kamarnya.
“Ehh upil kuda, sok banget loe
manggil-manggil gue pake bahasa inggris!”
“Hehe.. Sorry bro, hari gini ngga bisa bahasa inggris.. malu sama kucing,
meong meong meong!” Farhan dengan sombongnya mengejek gue dengan tarian kucing
garong.
“iyaa terus loe kesini itu ada
acara apaan??”
“begini bro, gue boleh pinjeemm..”
“Kamar mandi??” Gue potong omongannya
Farhan.
“Bukan pinjem kamar mandi Dodol
Garut! Gue mau pinjem money (duit)
loe boleh?” Farhan memasang muka memelas.
“Mau pinjem apa?? Gue nggak
ngerti”
“Money Sat! Money!” Farhan
muncrat.
“Loe mau pinjem kamar mandi??” Gue
bingung ngedenger omonganya si upil kuda ini.
“Money itu duit, Kamprreettt!” Farhan emosi.
“Owh duit, bilang dong dari tadi
kalo mau pinjem duit. Nggak perlu sok berbahasa inggris kayak gitu! Setengah
jam jadinya terbuang waktu gue”
“Hehe, sorry brother.. pergaulan kantor gue yang mengajarkan berbahasa
inggris. Gimana Sat, gue pinjem uang loe yah?” Farhan memegang kedua tangan gue
sambil mengeluarkan tatapan memelas bagaikan pembantu yang minta simpati
majikannya.
“Gue nggak punya uang nih Far”
Jawab gue santai.
“Njiirrr” Ketus Farhan.
Farhan pun kembali menuju kamar
kosnya dengan muka datar kayak kotoran ayam yang baru saja kelindes ban truk.
“Kenapa tuh anak, tumben banget
pinjem uang ke gue” Gue merasa heran.
Hari ini gue akan menghabiskan
waktu untuk melamar pekerjaan ke beberapa perusahan di sekitar daerah Ibu kota
Jakarta. Dengan bermodalkan ijazah sarjana SLB gue yakin gue bakal diterima di
salah satu perusahaan ternama di Jakarta.
Perjalanan gue dimulai dengan
memasuki perusahan mabel.
“Tok..tok..tok..” Pintu ruangan direktur
gue ketuk.
“Iyaa silahkan masuk” Suara
Direktur mempersilahkan gue masuk.
“Permisi Pak, saya Satria ingin
melamar pekerjaan di perusahaan bapak”
“Boleh saya lihat dokumen
ijazahnya?”
“Owh boleh,,boleh Pak” Gue
memberikan dokumen ijazahnya.
“Anda pernah memiliki pengalaman
kerja sebelumnya?” Direktur berkata sembari melihat-lihat dokumen ijazah gue.
“Owh ada pak, saya pernah menjadi
Security di perusahaan dan pernah jadi tukang ojek di depan gang tempat tinggal
saya” Ujar gue penuh semangat.
“Hmm, memangnya kamu ingin jabatan
apa di dalam perusahaan saya?”
“Apa saja boleh pak, yang penting
saya memiliki pekerjaan dan bisa bertahan hidup”
“Bagaimana yah, masalahnya
security dan OB di perusahaan kami sudah penuh dan anda tidak memiliki bakat
seperti akuntansi ataupun IT sedangkan perusahaan kami sangat membutuhkan orang
yang pandai di bidang akuntansi dan IT”
“Baiklah Pak, mungkin saya belum
bisa bekerja di perusahaan bapak. Terima kasih” Kata Gue sambil membereskan
dokumen-dokumen ijazah lalu pergi.
Setelah melakukan percobaan
lamaran kebeberapa perusahaan ternyata hasil yang gue dapat tetap Zonk. Tidak
ada satu pun perusahaan yang mau menerima gue apa adanya (Njiirr loe kira nembak cewek isi kata-kata Apa Adanya).
“Woe Sat! Ngapaen loe bengong
disini sendirian??” Ujar Farhan yang tiba-tiba mengagetkan gue dari belakang,
entah dari mana dia tau gue ada disini.
“Buseett, loe bisa nggak sih nggak
perlu pake acara ngagetin gue segala! Ini jantung gue mau copot tau!” Gue kaget
ala syahrini.
“Alaaahh, nggak gitu juga keleus
kagetnya. Ngapaen loe disini bengong sendirian??” Tanya Farhan.
“Emang ga boleh yah gue bengong
sendirian disini?? Emang kalo bengong harus berdua gitu?? Enggak banget deh!”
“Iyaah kalo boleh sih gue mau
ikutan bengong disini, biar bengongnya jadi berdua” Sahut Farhan.
“Njiirr, Nyaut aja loe kayak
penyiar radio!” Gue mulai emosi ngadepin nih upil kuda.
“Ngomong-ngomong ngapaen loe
bengong disini? Gue nanya serius Sat! Jangan dijawab bercanda dong” Okeh Farhan
mulai serius.
“Gue tadi kesana kemari ngajuin
lamaran pekerjaan ke semua perusahaan di daerah ini, tapi satu pun dari mereka
tak ada yang mau nerima gue”
“Ooh, jadi loe nyari kerja toh,
kenapa nggak bilang dari tadi!”
“Ngapaen juga gue harus bilangan
ke loe, emangnya loe bapak gue??”
“Nggak gitu-gitu juga keleus! kalo
tau dari tadi loe nyari kerja kita kan bisa nyari bareng-bareng” Farhan curhat.
“Loh, bukannya loe dulu bekerja
Far?” Tanya gue.
“Itu dulu! Perusahaan gue
mengalami kerugian yang sangat besar, jadi perusahaan harus mem’PHK beberapa
karyawannya untuk mencegah kerugian yang sangat besar kembali”
Iya jelas rugi lah, karyawannya
aja kayak beginian, begonya minta ampun. Tapi gue merasa perihatin mendengar
curhatnya Farhan yang udah kayak curhat Mamah Dedeh, pantesan aja Farhan mau
pinjem uang gue jadi ini toh penyebabnya.
“Okelah kalo begitu, yuk kita
sama-sama!” Gue berdiri dan menarik tangan Farhan.
“Sama-sama bengong?” Dengan
begonya Farhan bertanya.
“Ehh upil kuda! Bego banget sih,
yah nyari kerja sama-sama lah! Malah pengen bengong aja loe” Muncrat deh gue
ngadepin nih kutu kupret.
“Haha, Sorri menyori banget nih
Sat. Sayangnya gue udah dapet pekerjaan barusan” Farhan nyeloteh.
“Njiirr, kenpa loe nggak bilang
dari tadi!” Gemes gue.
“Lahh, ngapaen juga gue harus
bilangan ke loe, emangnya loe bapak gue??” Jawab Farhan.
Asem banget nih upil kuda, gue
dikerjain balik. Padahal udah seneng banget ada temen buat nyari kerja, tapi si
Farhan malah udah dapat pekerjaan duluan.
“Gimana kalo loe ngelamar
pekerjaan di tempat baru gue kerja? Kali aja loe diterima disana” Farhan
berkata.
“Waahh, boleh juga tuh! Ayo buruan
kita kesana!” Tanpa basa-basi lagi gue menggait tangan Farhan mengajaknya ke
tempat dia berkerja.
“Eh..eh.. Sat! Maen buru-buru aja,
emang loe tau dimana tempat kerja gue?” Farhan nyeloteh.
“Oh iyaa yah, hehe.. ya udah
buruan anter gue ke tempat kerja loe!”
Ternyata dibalik ke’bego’annya
Farhan masih terdapat sedikit kejeniusan yang tersimpan di dalam dirinya. Entah
dari mana asal kepintarannya itu gue nggak peduli yang terpenting saat ini
adalah mendapat pekerjaan.
Setelah melakukan perjalanan yang
begitu panjang, melewati beberapa gang sempit dan mengarungi beberapa sungai (Njiirr, loe mau nyari kerja atau mau nyari
ikan sih!) akhirnya gue dan Farhan sampai di sebuah pabrik di tengah-tengah
persawahan.
“Busseett, jauh banget loe punya
tempat kerja!” Gue berkata sembari kelelahan.
“Sebenarnya ini bukan tempat
kerja, gue kesini buat beli pupuk tanaman” Sahut Farhan dengan polosnya.
“Njiirr, ngapaen loe ajak gue ke
pabrik pupuk tanaman! Gue mau nyari kerja Far!”
“Lah gue kan emang niat mau kesini
sebelum ketemu loe dijalan, setelah tujuan perjalanan gue selesai, baru gue
ajak loe ke tempat gue kerja” Farhan polos banget.
Dimoment seperti ini rasanya gue
ingin banget nonjok bibirnya si Farhan. Habis kesabaran gue ngeladenin
omongannya Farhan.
“Hmm, ya sudah cepat beli pupuk
sana!” Gue pasrah saja.
“Oke tunggu disini yah”
Farhan pun masuk ke dalam pabrik
untuk membeli pupuk pesanannya. Gue menunggu Farhan di pinggir pabrik sembari
sesekali merasakan udara persawahan yang begitu sejuk.
“Yuk jalan” Farhan mengagetkanku
untuk yang kedua kalinya.
“Njiirr,, kaget gue! cepet banget
loe” Sahut gue.
“Ternyata pupuknya sudah habis,
yah terpaksa gue pulang dengan tangan kosong” Ujarnya Farhan.
“Yakelaahh, sia-sia dong kita kesini Far??”
“Loh sia-sia kenapa?” Farhan
bertanya kepada gue.
“Iya sia-sia kesini lah bego!
Jauh-jauh kesini malah nggak dapat hasil, huft..”
“Tidak ada yang sia-sia kok Sat,
lagian di depan pabrik ini tempat gue bekerja” Farhan menunjuk kearah depan.
“Hah? Mana? Di sekeliling pabrik
ini hanya ada persawahan saja!” Gue mulai bingung.
“Iyaa disana lah gue bekerja, gue
bekerja di sawah itu sebagai petani honorer”
“Njiirr, pantesan cepet banget loe
dapet kerjaan, ternyata kerja jadi petani!”
“Mau nggak loe? Kalo nggak mau
juga nggak apa-apa kok” Sahut Farhan.
“Ogah dah gue, gue maunya kerja di
perusahaan bukannya di persawahan kayak gini, Dodol!”
“Aah loe banyak maunya! Bilang
dong kalo mau kerja di perusahaan” Farhan ikut emosi.
Gue baru inget kalo berbicara
dengan Farhan itu hanya bikin gue rugi besar, rugi tenaga, rugi pikiran dan
rugi omongan. Akhirnya gue memilih untuk pulang ke kos tanpa sepatah dua patah
kata pun.
“Eh Sat, mau kemana loe? Katanya
mau nyari kerja di perusahaan..” Ujar Farhan.
Begitu lelah rasanya perjalanan
yang sia-sia ini, walau jauhnya bisa dibandingkan acara tv ‘My Trip, My Adventure’tapi perjalanan
ini sangat tidak mengasyikan bila dibandingkan dengan acara tersebut. Bahkan
bila dibandingkan dengan cerita petualangan ‘Dora the Explorer’, menurut gue petualangannyalah yang masuk ‘Global Adventure Award’ (Buset mulut gue
udah kayak penonton tv hyper).
Diperjalanan pulang gue melihat
sebuah browsur lowongan pekerjaan yang menempel di sebuah tiang listrik.
Lumayan juga lowongan pekerjaan tersebut karena pekerjaannya di sebuah
perusahaan. Tidak gue sia-siakan kesempatan emas ini dan dengan segenap rasa
semangat yang berapi-api ini gue berlari menuju perusahaan tersebut.
Akhirnya gue sampai juga di
perusahaan yang gue tuju tersebut. Sesosok rupa di depan perusahaan membuatku
shock tiba-tiba, dari aura sosok tersebut gue tau siapa orangnya.
“Satria!” Farhan memanggil gue di
depan perusahaan tersebut.
“Etdaah! Kenapa selalu ada dia
didalam hidup gue, Tuhan.” Gue menggumam didalam hati.
“Sini cepetan!” Farhan sekali lagi
memanggil gue.
“Loe lagi, loe lagi. Sebel gue
liat muka loe Far!” Gue berbicara.
“Untung loe kesini Sat, gue maunya
ngajak loe kesini tadi” Ujar Farhan.
“Hmm” Gue mending diam.
“Tapi
syukur deh loe kesini, kalo loe ngomong dari tadi mau kerja di perusahaan, gue
udah ajak loe dari tadi kesini. Tapi loe pengen kerja di tempat gue, yah
terpaksa deh gue bawa ke tempat kerja gue. Hehe”
“Gue
kepret kepala loe, pecah..pecah deh! Iyaa sudah terus apa hubungan loe sama
perusahaan ini?” Gue bingung.
“Ini
perusahaan papa gue” Farhan berbisik.
“Njiirr,
perusahaan bokap loe?? Haha.. loe bercanda! Gue nggak akan tertipu oleh mulut
manismu yang kadar manisnya udah mencapai diabetes stadium akhir” Gue ngakak
mendengar omongan Farhan.
“Gue
serius Far!” Farhan memasang tatapan tajam ke gue yang artinya ‘Oke gue harus serius’.
“Oke,
gue percaya. Kalo gitu tolong promosikan gue di perusahaan ini entah mereka mau
meletakkan gue diposisi mana, yang jelas gue pengen banget kerja di perusahaan
ini!” Gue beroptimis.
“Tenang,
tapi gue nggak bisa bertemu langsung dengan papa gue karena gue udah bilang ke
papa gue kalo gue mau mandiri tanpa bantuan keluarga. Makanya gue ngekos dan
menjadi orang miskin seperti ini” Farhan muncrat.
Oke,
cerita Farhan ini mengingatkanku tentang ribuan serial FTV yang mengangkat
topik seorang pemuda kaya yang menjadi miskin karena keluar dari keluarganya (Oke, sekarang kalian tau kalo dulu gue
penonton FTV fanatik). Hampir aja gue tertidur mendengar curhatan si Farhan
yang begitu membosankan.
“Terus
gimana dong loe bisa bantuin gue?” Tanya Gue.
“Kakak
gue kerja disini juga, gue akan telpon dia dulu” Farhan mengambil handphone.
“Good Job Farhan! Gue suka gaya loe”
“Mana
handphone loe?” Farhan menyodorkan
tangannya ke arah gue.
“Loh,
buat apa?” Tanya gue.
“Buat
nelpon kakak gue lah! Masak iya buat ngelempar anjing”
“Terus
ngapaen loe ngeluarin handphone tapi handphone gue yang dipake nelpon?”
“Handphone
gue nggak ada pulsa, gue ngeluarin handphone
buat ngeliat nomor handphone kakak
gue. Masak iya gue minta nomor kakak gue ke dalam perusahaan, bisa-bisa gue
kepergok papa gue disini” Ujar Farhan.
“Iyaah
apalah itu, ini handphone gue!” Gue
memberikan handphone gue.
Sembari
menunggu Farhan yang sibuk menghubungi kakaknya, gue terus saja memikirkan apa
yang sedang terjadi di keluarga Farhan. Memang bego banget si Farhan, terbukti
dari sikapnya yang ingin melepaskan diri dari kekayaan keluarganya. Kalo gue
jadi Farhan nggak akan gue sia-siain kekayaan itu.
“Sat,
ternyata bokap gue bangkrut” Ujar Farhan setelah menelpon kakaknya.
“Terus..terus
gimana dong?”
“Ini
perusahaan milik orang lain, bokap gue menjual aset-aset perusahaan ini.
Hehe..” Farhan berkata sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Loe
tau Tai nggak?” Tanya gue dengan muka datar.
“Tau..tau,
emang kenapa Sat?
“Loe
dah tuh Tai!!” Gue berteriak tepat di depan telinga Farhan.
“Aww!”
Farhan menggerang kesakitan.
“Loe
lagi laper yah?” Gue bertanya.
“Hehe,
kok loe tau Sat?”
“Loe
resek kalo lagi laper!!” Sekali lagi gue berteriak tetapi untungnya Farhan
lebih cepat menutup kedua telinganya.
“Eh,
tapi kan perusahaan ini sedang membuka lowongan pekerjaan. Coba loe masuk untuk
ngelamar pekerjaan di perusahaan ini, siapa tau loe diterima” Farhan mengoceh
kayak bebek.
“Oh
iya yah! Gue coba dulu deh” Gue meninggalkan Farhan masuk ke dalam perusahaan.
Akhirnya
gue juga yang harus turun tangan, Farhan si tukang PHP itu kembali berhasil
membuang-buang energy dan waktuku. Sesampainya di loby perusahaan gue dihadang
oleh Security, mungkin dia ingin menagih uang parkir (Njjiirrr, loe kira dia tukang parkir).
“Maaf
Dek, ada perlu apa yah?” Security tersebut bertanya ke gue.
“Saya
mau ngelamar kerja disini Om. Eh, maksudnya ‘Pak’”
“Sayangnya
sudah ada orang yang diterima lamarannya disini Dek, baru saja dia pergi” Ujar
Security tersebut.
“Hah!
Serius Pak??” Gue kaget dan shock mendengar berita buruk itu.
“Duarius
deh Dek!” Security menegaskan kembali.
Mendengar
berita tersebut, gue pun dengan lapang dada meninggalkan perusahaan tersebut
dan tidak menghiraukan Farhan yang terus saja mengikutiku sampai kos dengan
pertanyaannya yang membuat kepalaku hampir pecah.
“Gimana
Sat?”
“Diterima?”
“Apa
kata direkturnya?”
“Jangan
buat gue penasaran begini dong Sat!”
“Sat..”
“Satria…”
“Pasti
loe diterima yah?”
“Tapi
loe pura-pura diem biar gue perihatin kan?”
“Jadi
gimana sebenarnya Sat??”
“Diterima?”
“Sat..”
“Satria!?”
Pertanyaan
itu terus menerus dilontarkan Farhan ke gue sampai tiba di kos, begitu sialnya
hidup gue punya temen yang sialnya kuadrat dari pada gue dan terus saja membuat
gue tambah sial. Pada akhirnya gue kembali memutuskan untuk menjadi tukang ojek
pengkolan, selama darah ini mengalir, selama nafas ini berhembus dan selama
bensin di motor gue masih ada, gue bakal menjadi tukang ojek untuk beberapa
hari ini. Dan Farhan, tetap menghantui kehidupan gue. Aaarrrggghh!!
Komentar
Posting Komentar