Nyari Kerja

Begitu susahnya mencari uang di Jakarta membuat diri gue ini frustasi. Berbagai macam profesi sudah gue gulati dari menjadi satpam hingga tukang ojek tetapi tetap saja kondisi perekonomian gue begini-begini aja. Tuhan tolong beri petunjuk hamba-Mu ini.

Alusinasi Gagal Move on

Kembali gue akan menceritakan kesaharian gue yang entah ada manfaatnya atau tidak bagi kalian semua gue nggak perduli yang jelas gue mau bercerita, hehe..
Menurut gue ini cerita versi terbaru dari cerita lama gue yang berjudul “SATRIA IDIOT”, tapi memang judulnya masih sama sih dan nama gue juga tetap Satria kok, Cuma gaya penulisan cerita dan keseriusan topiknya saja yang agak berbeda dari versi sebelumnya.
Cerita gue ini tentang kesaharian gue dalam mengungkap kehidupan gue di masa lampau yang sebenarnya. Wiihh keren nggak bahasa gue?? wkwk.. oke langsung saja kita masuk ke cerita.

“Tok..tok..tok” Suara pintu kamar gue terdengar keras, gue histeris kaget kirain itu suara bedug buka puasa.
“Siapa disana?” Gue basa-basi terlebih dahulu, karena sebenarnya gue males banget untuk bangun dihari pertama puasa gue.
“Ettdahh! Buka pintu aja isi berpidato dulu loe, ini gue Farhan” Farhan ini temen satu kos gue, orangnya gak suka banyak mikir dan nggak sabaran.
“Ngapaen loe ketuk-ketuk pintu kamar gue, kayak nggak ada pintu lain aja buat loe ketuk” Gue ngoceh sembari membukakan pintu si Farhan.
“Gue pinjem kamar mandi loe yah Sat, listrik dan air di kamar gue mati” Farhan curhat.
“Ehh keripik kentang, kalo listrik dan air di kamar loe mati, mana mungkin listrik dan air di kamar gue hidup! Semua kamar di kos ini kan satu aliran” Air liur gue muncrat nasehatin Farhan.
“Owh kirain cuma listrik dan air di kamar gue aja yang mati, hehe okelah kalo begitu” Farhan menutup percakapan dan masuk ke kamarnya.
Energi dan pikiran gue habis terkuras ngeladenin Farhan, punya tetangga kos orangnya pada enggak bener. Heran gue sama hidup gue sendiri.
“Tok..tok..tok” Suara pintu terdengar kembali. baru aja gue merebahkan badan gue, eh ada yang ketuk pintu lagi.
Akhirnya gue bangun dan membukakan pintu kamar kembali.
“Sat, listrik dan air di kamar gue udah hidup kembali nih” Farhan kegirangan
“Terus apa hubungannya sama gue?” Gue jengkel sama nih orang, kalau bukan ini bulan ramadhan udah gue sembelih nih orang.
“iyaa listrik dan airnya kan udah hidup nih, sekarang gue boleh dong pinjem kamar mandi loe?” Matanya bersinar penuh harapan.
“Ada palu nggak Far?”
“Buat apa Sat?”
“Buat belahin kepala loe terus ganti otak loe pake otak udang!! Bego banget sih loh, udah tau listrik dan air di kos hidup, ngapaen loe minjem kamar mandi lagi ke gue!!” Gue mulai escendol, eh maksud gue mulai esmosi.
“Laah emang listrik dan air di kamar loe belum hidup Sat?”
“Ya sudahlah loe pinjem aja kamar mandi gue, gue males ngomong sama loe! Habis nih energi 7 sendok makan gue” dengan capek rasa dan pikiran gue perbolehkan Farhan meminjam kamar mandi gue. Kalau terus gue ladenin Farhan ngomong bisa-bisa gue batal puasa hari pertama.

Dua jam kemudian, setelah gue bersih-bersih kamar dan selesai mandi. Gue siap menelusuri Ibu kota Jakarta dengan motor gue. Menjadi tukang ojek adalah pekerjaan baru di hidup gue, jangan tanyakan kenapa gue berhenti menjadi satpam dan jangan tanyakan pula dari mana gue mendapatkan motor buat ngojek.

“Mau kemana Sat?” Farhan bertanya kepada gue saat gue melewati kamarnya. Kalo ini gue bales omongannya bakal nggak habis-habis pembicaraanya ntar.
Gue hanya bisa membalas omongan Farhan dengan senyuman lalu gue melanjutkan pergi .
“Sat, kalo loe ketemu tukang ojek di depan tolong panggilin buat gue yah!” Farhan berteriak meminta tolong dari kejahuan.
“Eh..eh.. gue tukang ojek Far!” dengan nada keras dan wajah sumbringah gue mengarahkan telunjuk gue kearah dada gue.
“Bukan loe Sat, gue minta tukang ojek!” Farhan mengulang permintaannya.
Gue pun berlari kearah Farhan agar omongan gue jelas didengarnya.
“Loe minta tukang ojek kan Far?”
“Iyaa gue minta tukang ojek Sat”
“Gue Tukang ojeknya” Wajah gue sumbringah berharap mendapatkan pelanggan pertama.
“Bukan loe Sat, gue minta loe panggilin tukang ojek di depan kos”

Amsyong deh gue, gue lupa kalau ngomong sama Farhan itu bakal buang-buang energi gue. Akhirnya gue memutuskan untuk pergi dari hadapannya tanpa satu katapun.
“Eeh Sat, loe mau gak anterin gue sampai tempat kerja gue? Gue bayar deh loe” Farhan berbicara sembari gue pergi.
“Ogaah gue nganterin loe!” Dengan nada emosi gue menjawab omongannya Farhan dan tetap melanjutkan perjalanan.

Diperjalanan menelusuri Ibu kota Jakarta ini gue membayang-bayangkan Farhan yang memiliki pekerjaan tetap, orang seperti itu ternyata bisa mendapatkan pekerjaan mungkin bosnya lebih parah begonya dari dia. Tapi dipikir-pikir nasib Farhan lebih beruntung dari pada gue yang kerjaannya sekarang keluyuran tak menetap.

“Bang ojek!” Suara lelaki tua separuh baya memanggil tepat di depan gue.
“Ojek Pak?” Tanya gue.
“Satria?”
“Maaf apa saya mengenal anda?”
“Ini Om Jodi, temen ayahmu dulu Sat”
“Owh Om Jodi, kemana aja dari dulu Om dicari-cari loh sama polisi”
“Ssssttt,, jangan keras-keras ngomongnya, Om lagi dalam tahap persembunyian nih” Om Jodi berbisik kepada gue.
“Om sudah tau nggak kalo ayah udah meninggal?”
“Sudah Sat, lebih baik kita berbicaranya nanti aja sekarang kamu antarkan Om ke suatu tempat”
“Baiklah Om, ayoo naik!”

Gue pun memulai perjalanan ke suatu tempat yang dituju Om Jodi, sempat shock sih melihat Om Jodi yanng masih hidup sampai sekarang. Setelah satu jam melalui perjalanan akhirnya kami berhenti di sebuah ruko sepi.

“Ngapaen kesini Om?” Gue bertanya karena penasaran.
“Disini Om bekerja Sat, tapi jangan bilang siapa-siapa yah”
“Di ruko sepi ini Om bekerja? Kerja apa’an??”
“Merakit bom” Om Jodi berbisik kepada gue.
“Ya Tuhan, insaf Om.. sekarang kan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah” Gue sok nasehatin Om Jodi, sementara gue nggak ngerti dengan apa yang gue katakan.
“Haha.. kamu sama aja kayak ayahmu, selalu ngeluarin nasehat nggak penting. Dulu Om mendalami bakat perakitan bom ini kan karena ayahmu juga, dan ayahmu malah menyuruh Om untuk mengurangi aktivitas pengeboman. Kamu mau nggak nganterin Om besok? besok Om ada pertemuan dengan pembeli rakitan bom buatan Om”
“Kalau hal itu membuahkan uang, kenapa tidak om. Oke besok aku antar Om”
“Bagus..bagus.. Besok temui Om disini jam 8 pagi, sekarang tunggu Om disini karena Om akan mengambil upah antarnya di dalam ruko”

Percakapan kami selesai setelah Om Jodi memberikan upah dan kembali ke dalam ruko sepi itu. Gue sempat merasa resah dengan hari-hari esok yang akan gue jalanin. Menggeluti dunia haram yang pernah diambil ayah gue ini membuat gue berpikir kalo nantinya nasib gue bisa sama persis dengan nasib ayah.

Sesampainya di Kos gue menaruh motor di parkiran kos dengan rapi lalu masuk ke kos menuju kamar, gue sampai di kos tepat jam 4 sore dan telah siap menunggu waktu untuk berbuka puasa.

“Satria!” Farhan memanggil gue dari dalam kamarnya setelah gue melewati kamarnya
Di dalam hati gue berbicara “Sial, gue harus ngeladenin nih bocah gila deh”
“DDAAARRRR!!!!” Suara ledakan yang begitu keras tiba-tiba terdengar dari arah parkiran kos gue. Gue dan tetangga-tetangga kos terkejut dan panik mendengar suara ledakan itu.
“Suara apa itu Sat!” Farhan keluar dari kamar kosnya dengan wajah panik.

Kami lalu mendatangi asal suara ledakan itu, tidak di duga tenyata itu ledakan berasal dari motor gue dan gue semakin tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi sekarang.
Mobil pemadam kebakaran pun datang beserta beberapa aparat pemerintah untuk memadamkan api dan mencari tahu penyebab ledakan tersebut.

2 Jam kemudian api berhasil di padamkan lalu aparat pemerintah menyimpulkan penyebab ledakan tersebut berasal dari ledakan bom rakitan, itu dibuktikan dari ditemukannya beberapa serpihan bahan peledak di bangkai motor gue.

“Sat, jadi loe selama ini perakit bom?” Tanya Farhan.
“Jidat loe mancung!! Sembarangan aja loe ngomong”
“Itu buktinya ditemukan bahan peledak di bangkai motor loe”
“Ini pasti gara-gara Om gue” Gue berbisik-bisik ke Farhan.
“Loh kok loe malah nyalahin orang lain??” Farhan kaget.
“Aduuhh,, susah yah ngomong sama loe. Terus ngapaen loe tadi nuduh gue ngerakit bom segala?? Sekarang begini aja loe ikut gue nyari Om gue minta penjelasannya! Buruu!!” Gue mulai esmosi dan menarik tangan Farhan untuk mengajaknya ke Ruko sepi itu.
“Eeh..eh.. gue mau dibawa kemana Sat??” Farhan bergumam.
Gue harus menyelidiki apa maksud dari Om gue melakukan hal segila ini, memang berkecibaku di dunia yang tidak baik akan menghasilkan pula sesuatu yang tidak baik juga. Dengan menggunakan motor scooter matic milik Farhan kami melakukan Long Trip menuju Ruko sepi itu (cieelaah bahasanya gaul banget, kayak udah jadi host My Trip, My Adventure aja gue).
“Sebenarnya loe mau ajak gue kemana Sat?” Farhan mencoba mengatasi kebingungannya.
“Tempat dimana loe bakal tahu jawaban dari peristiwa tadi, udah deh loe jangan banyak tanya, pertanyaan loe itu nggak ada bobotnya. Gue heran kenapa loe bisa lulus di SMA dan mendapatkan pekerjaan dengan mudah dengan kualitas otak yang dangkal kayak air got di depan kos”
“Hmm..” Farhan mencoba mengartikan omongan gue.
“Stoopp Sat!!” Farhan mencekuk leher gue dengan keras.

Gue yang kaget setengah mati mencoba menghentikan motor yang oleng akibat gerakan Farhan yang tidak stabil.

“Loe ini kenapa sih Far!? Hampir aja kita koit!” Gue semprot tuh muka Farhan.
“Udah mulai buka puasa, yuk kita berbuka dahulu lalu cari masjid terdekat untuk sholat” Ujar Farhan.

Gila nih Farhan, ternyata dibalik kebegoannya masih terdapat hati dan pikiran yang suci taat beribadah, gue tersentuh mendengar omongannya Farhan kali ini.

“Okelah kalo begitu, kita berbuka puasa dulu setelah itu kita cari masjid terdekat” Kali ini gue sok bijak.
“Itu kayaknya ada warung makan, yuk kita kesana” Kata Farhan.
“Let’s Go!”

Kami pun memarkirkan motor tepat di depan sebuah warung makan yang begitu rame pengunjungnya.

“Wah.. kelihatannya makanan disini enak-enak, terbukti dari pembeli yang rame datang kemari” Ujar Farhan.
“Mbak, kita pesan nasi campurnya dua yah” Gue memesan makanan di kasir.
“Satria?? Ini bener Satria kan?? Masih inget gue?” Tanya Mbak kasir.
“Eh Santi!”
“Iya betul Sat, kemana aja loe selama ini gue kira loe udah mati.. haha, nggak nyangka gue ketemu loe disini” Ujar Santi.
“Biasalah San, gue kan orangnya suka merantau. Jadi hidup gue nomaden (berpindah-pindah)”

Santi ini sahabat gue dulu, kita sering main bareng sewaktu gue tinggal di kos yang lama. Gue pernah suka banget sama dia, tapi karena Santi ini penyuka sesama jenis jadi seketika musnah rasa cinta gue ke dia.

“Sama siapa loe kesini Sat?” Tanya Santi.
“Sama temen kos gue nih”
“Sebentar yah, gue suruh pelayan buat nyiapin pesanan loe” Santi pergi ke dalam dapur.
“Lama banget loe pesan makanan Sat, kayak ngantre sembako di kelurahan aja loe” Farhan berbicara kepada gue setelah gue duduk.
“Haha.. bisa marah juga loe Far?? Sorry tadi yang di meja kasir itu sahabat lama gue, jadi ada kayak reunian-reunian gitu dulu deh di meja kasir”
“Nggak peduli gue itu mau sahabat loe kek, pacar loe kek, nenek loe kek, intinya gue disini buat makan. Titik!” Farhan mulai menyemprot gue.
“Buseett,, loe resek kalo lagi laper!”
“Maaf ini pesanannya” Santi datang membawa pesanan kita.
“Yeaah ayam kecap, kesukaan gue” Farhan menyambar.
“San, loe kok bisa disini, gimana ceritanya tuh??” Tanya gue.
“Owh begini ceritanya, loe masih inget Riko?”
“Riko..Riko..?? Riko? Hmm,, ooh yah gue inget! Riko sahabat loe yang homo itu kan”
“Yap betul! Ini warung makan miliknya Riko, semenjak Riko battle adu masak sama loe waktu malam minggu di rumah gue itu dia semakin suka memasak, masakan Riko semakin enak saja dan disuatu hari dia diberikan keyakinan penuh oleh orang tuanya untuk mendirikan sebuah warung makan. Sampai sekarang warung makan ini tetap rame pengunjungnya, Gue disuruh memegang kendali manajemen di warung makan ini karena Riko sudah memperluas bisnis warung makannya dengan mendirikan cabang warung makan di daerah lainnya”
“Umm, seperti itu. Iyaah pokoknya kalian sukses terus yah, gue lanjut makan dulu” Gue menghentikan pembicaraan karena sudah laper banget dan jika pembicaraan ini diteruskan maka Santi tidak akan berhenti untuk menceritakan cerpen buatannya itu.
“Owh silahkan, kalo ada apa-apa panggil aja gue dibelakang” Santi pun melanjutkan pekerjaannya.
“Umm, Sat?” Tanya Farhan dengan makanan yang terisi penuh di mulutnya.
“Kenapa loe?”
“Gue boleh nambah lagi nggak Sat?”
“Buseett, gue belum juga mulai makan tapi loe udah minta nambah aja”
“Hehe,, mau gimana lagi” Farhan tersenyum dan menggaruk-garuk kepalanya.

Setelah berbuka puasa kami melanjutkan perjalanan menuju masjid terdekat untuk sholat. Kami sholat dengan khusuk di dalam sebuah masjid. Melakukan ibadah yang memang seharusnya kami lakukan sebagai pemeluk agama.

“Sekarang kita kemana Sat?” Tanya Farhan.
“Ke tempat Om gue”
“Ngapaen kita kesana?”
“Loe kalo udah kenyang timbul lagi deh sifat bego loe! Seharusnya gue biarin loe kelaparan tadi, udah deh mending loe diem ikutin perintah gue aja”

Gue langsung menarik gas motor dengan kecepatan tinggi dan memulai perjalanan yang penuh tanda tanya besar ini.
Jam sudah menunjukkan pukul 22.20 WIB, kami pun tiba di Ruko sepi itu.

“Sat, disini sepi banget. Gue takut nih!” Farhan menjerit ketakutan.
“Ssstt.. Loe jangan ribut, ikutin aja gue. gue harus tau ada apa di dalam Ruko ini” Gue berbisik ke Farhan.
“Loe ngapaen sih malem-malem kesini, kayak nggak ada waktu lain aja loe. Katanya loe mau ketemu Om loe, mana??”
“Berisik loe, aahhh gue tinggalin juga loe disini!” Gue menutup mulut Farhan yang udah kayak ibu-ibu lagi tawar menawar di pasar.
“Jangan gitu dong Sat” Farhan ketakutan.

Ngeliat mukanya Farhan saat ketakutan akan kegelapan mirip banget dengan pantat ayam yang mengembang-kempis saat ditiup. Gue baru tau ternyata orang yang begonya minta ampun ini juga bisa ngerasain ketakutan yang teramat takut (Njiirr alay deh bahasa gue).

“Gue kasih tau ke loe yah, Om gue itu perakit bom! Jadi kalo loe ribut gue bisa aja minta Om gue buat ngeledakin bom di mulut loe yang ember itu” Berbisik kepada Farhan.
“Iiihh loe kok gitu sih jadi temen, gue nangis neh, nangis neh!” Farhan tiba-tiba cemewekan kayak bayi minta di gampar.
“Ssstt, makanya loe diem bego!” Gue dengan sigap menutup mulut Farhan.

Tiba-tiba gue mendengar ada suara orang lagi berbicara, rasanya gue pernah dengar suara-suara mereka. Semakin gue dan Farhan melangkah ke dalam semakin jelas suara itu gue dengar, Ketika gue intip ternyata.

“Ayah! Ibu! Kalian ngapaen ada disini??” Gue berteriak dan langsung menghampiri mereka dari tempat persembunyian gue dan Farhan.
“Hey..hey! loe mau kemana?? Jangan tinggalin gue!” Farhan mengejar.
“Satria!” Kedua orang tua gue memanggil gue.

Dari arah berlawanan gue mendapati dua cewek yang sedang di ikat dengan beberapa bom rakitan menempel di badannya.

“Ayah, Ibu, sedang apa kalian disini?? Bukankah kalian ini sudaahh...”
“Haha.. Sudah mati maksudmu?” Om Jodi datang dan memotong pembicaraanku.
“Satriaaa” Suara cewek yang pernah gue dengar suaranya memanggil dari arah berlawanan.
“Indah!” Gue hafal itu suara Indah.
“Tolong aku Sat” Indah menjerit kesakitan.
“Tolong gue juga Sat” Santi pun terikat disana.

Ternyata dua cewek itu adalah Indah dan Santi, mengapa mereka ada disini dalam waktu yang bersamaan dan entah mengapa pula tiba-tiba Farhan menghilang.

“Ada apa sebenarnya ini!!!” Gue terjatuh menggerang kebingungan.
“Bangunlah anakku” Kedua orang tuaku memanggilku.
“Kamu hanya kangen masa-masa lalu Nak, bangunlah anakku” Suara Ibu yang begitu lembut mencoba meredakan kebingungan yang gue rasakan.
“Bukankah kamu ingin jadi seperti ayahmu yang gagal ini Satria?? Haha..” Om Jodi tiba-tiba berada di depan gue.

Gue nggak mengerti dengan apa yang sedang terjadi disini, pertama Om Jodi datang tiba-tiba, lalu gue menemukan kedua orang tua gue berada disini dan Indah bersama Santi pun ikut berada disini pula.

“Siapa gue sebenarnya???” Gue menangis histeris dalam kegelapan didalam ruko tersebut.
“Satria”
“Satria”
“Satria”

Suara yang memanggil-manggil nama gue terus-menerus terdengar di telinga gue entah siapa yang memanggil gue nggak tahu karena disini begitu gelap dan tiba-tiba saja mereka yang tadinya bersamaku menghilang sekita.

“Satrriiaaa!!” Suara yang begitu keras dibarengi dengan pukulan halus dibelakang kepala membuat pandangan gue buram dan badan lemas.
“Woee, Satria! Mau sampai kapan loe tidur disini!! Bangun! Udah mau buka puasa nih” Farhan mencoba membangunkan gue.
“Oeeh? Oeehh??” Gue kebingungan dengan kepala masih agak pusing-pusing gimana gitu.
“Sat, loe sampai kapan mau di pangkalan ojek? Buru anterin gue ke kos, loe nggak pulang ke kos?” Farhan menarik tangan gue.
“Kepala gue kok pusing yah??” Gue memegang kepala.
“Iyaa jelas pusing lah! Loe dari tadi siang pas gue berangkat kerja loe tidur di pangkalan ojek ini dan sampai gue pulang dari kerja begini gue masih liat loe ketiduran disini” Farhan muncrat.
“Ini jam berapa?” Gue masih agak bingung.
“Ini udah petang! Jam 18.00 Wib! Bangun dong! Yuk kita pulang”
“Hah? Jadi gue dari tadi siang ketiduran maksud loe??” Gue kaget ala syahrini.
“Iyaa keleus! Tadi siang loe gue suruh anterin ke tempat kerja gue aja loe nggak mau, padahal udah mau gue kasih upah. Malah maen pergi aja loe”
“Gue udah nyaranin diri keleus buat nganterin loe! Gue kan tukang ojek” Bentak gue.
“Ooh, loe itu tukang ojek toh.. bilang dong dari tadi! Hehe..”
“Gue dari awal udah ngasih tau loe Kampreeett!”

Ternyata itu semua hanyalah mimpi gue di siang bolong, apa karena gue kangen kalian yah makanya gue sampai memimpikan kalian semua. Ah, masabodo banget gue terlalu memikirkan mimpi yang nggak jelas tadi. Gue dan Farhan pun bergegas pulang menuju kos dengan menaiki motor butut gue karena tidak ingin telat berbuka puasa di hari pertama.

Jadi gue saranin buat kalian yang suka tidur di siang bolong mendingan ganti kegiatan kalian tersebut dengan kegiatan yang lebih positif, seperti membuat anak orang menjadi positif hamil. Oops.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyari Kerja

Pencuri atau Bukan?