Kembali
gue akan menceritakan kesaharian gue yang entah ada manfaatnya atau tidak bagi
kalian semua gue nggak perduli yang jelas gue mau bercerita, hehe..
Menurut
gue ini cerita versi terbaru dari cerita lama gue yang berjudul “SATRIA IDIOT”,
tapi memang judulnya masih sama sih dan nama gue juga tetap Satria kok, Cuma
gaya penulisan cerita dan keseriusan topiknya saja yang agak berbeda dari versi
sebelumnya.
Cerita
gue ini tentang kesaharian gue dalam mengungkap kehidupan gue di masa lampau
yang sebenarnya. Wiihh keren nggak bahasa gue?? wkwk.. oke langsung saja kita
masuk ke cerita.
“Tok..tok..tok”
Suara pintu kamar gue terdengar keras, gue histeris kaget kirain itu suara
bedug buka puasa.
“Siapa
disana?” Gue basa-basi terlebih dahulu, karena sebenarnya gue males banget
untuk bangun dihari pertama puasa gue.
“Ettdahh!
Buka pintu aja isi berpidato dulu loe, ini gue Farhan” Farhan ini temen satu
kos gue, orangnya gak suka banyak mikir dan nggak sabaran.
“Ngapaen
loe ketuk-ketuk pintu kamar gue, kayak nggak ada pintu lain aja buat loe ketuk”
Gue ngoceh sembari membukakan pintu si Farhan.
“Gue
pinjem kamar mandi loe yah Sat, listrik dan air di kamar gue mati” Farhan
curhat.
“Ehh
keripik kentang, kalo listrik dan air di kamar loe mati, mana mungkin listrik
dan air di kamar gue hidup! Semua kamar di kos ini kan satu aliran” Air liur
gue muncrat nasehatin Farhan.
“Owh
kirain cuma listrik dan air di kamar gue aja yang mati, hehe okelah kalo
begitu” Farhan menutup percakapan dan masuk ke kamarnya.
Energi
dan pikiran gue habis terkuras ngeladenin Farhan, punya tetangga kos orangnya
pada enggak bener. Heran gue sama hidup gue sendiri.
“Tok..tok..tok”
Suara pintu terdengar kembali. baru aja gue merebahkan badan gue, eh ada yang
ketuk pintu lagi.
Akhirnya
gue bangun dan membukakan pintu kamar kembali.
“Sat,
listrik dan air di kamar gue udah hidup kembali nih” Farhan kegirangan
“Terus
apa hubungannya sama gue?” Gue jengkel sama nih orang, kalau bukan ini bulan
ramadhan udah gue sembelih nih orang.
“iyaa
listrik dan airnya kan udah hidup nih, sekarang gue boleh dong pinjem kamar
mandi loe?” Matanya bersinar penuh harapan.
“Ada
palu nggak Far?”
“Buat
apa Sat?”
“Buat
belahin kepala loe terus ganti otak loe pake otak udang!! Bego banget sih loh,
udah tau listrik dan air di kos hidup, ngapaen loe minjem kamar mandi lagi ke
gue!!” Gue mulai escendol, eh maksud gue mulai esmosi.
“Laah
emang listrik dan air di kamar loe belum hidup Sat?”
“Ya
sudahlah loe pinjem aja kamar mandi gue, gue males ngomong sama loe! Habis nih
energi 7 sendok makan gue” dengan capek rasa dan pikiran gue perbolehkan Farhan
meminjam kamar mandi gue. Kalau terus gue ladenin Farhan ngomong bisa-bisa gue
batal puasa hari pertama.
Dua
jam kemudian, setelah gue bersih-bersih kamar dan selesai mandi. Gue siap
menelusuri Ibu kota Jakarta dengan motor gue. Menjadi tukang ojek adalah
pekerjaan baru di hidup gue, jangan tanyakan kenapa gue berhenti menjadi satpam
dan jangan tanyakan pula dari mana gue mendapatkan motor buat ngojek.
“Mau
kemana Sat?” Farhan bertanya kepada gue saat gue melewati kamarnya. Kalo ini
gue bales omongannya bakal nggak habis-habis pembicaraanya ntar.
Gue
hanya bisa membalas omongan Farhan dengan senyuman lalu gue melanjutkan pergi .
“Sat,
kalo loe ketemu tukang ojek di depan tolong panggilin buat gue yah!” Farhan
berteriak meminta tolong dari kejahuan.
“Eh..eh..
gue tukang ojek Far!” dengan nada keras dan wajah sumbringah gue mengarahkan
telunjuk gue kearah dada gue.
“Bukan
loe Sat, gue minta tukang ojek!” Farhan mengulang permintaannya.
Gue
pun berlari kearah Farhan agar omongan gue jelas didengarnya.
“Loe
minta tukang ojek kan Far?”
“Iyaa
gue minta tukang ojek Sat”
“Gue
Tukang ojeknya” Wajah gue sumbringah berharap mendapatkan pelanggan pertama.
“Bukan
loe Sat, gue minta loe panggilin tukang ojek di depan kos”
Amsyong
deh gue, gue lupa kalau ngomong sama Farhan itu bakal buang-buang energi gue.
Akhirnya gue memutuskan untuk pergi dari hadapannya tanpa satu katapun.
“Eeh
Sat, loe mau gak anterin gue sampai tempat kerja gue? Gue bayar deh loe” Farhan
berbicara sembari gue pergi.
“Ogaah
gue nganterin loe!” Dengan nada emosi gue menjawab omongannya Farhan dan tetap
melanjutkan perjalanan.
Diperjalanan
menelusuri Ibu kota Jakarta ini gue membayang-bayangkan Farhan yang memiliki
pekerjaan tetap, orang seperti itu ternyata bisa mendapatkan pekerjaan mungkin
bosnya lebih parah begonya dari dia. Tapi dipikir-pikir nasib Farhan lebih
beruntung dari pada gue yang kerjaannya sekarang keluyuran tak menetap.
“Bang
ojek!” Suara lelaki tua separuh baya memanggil tepat di depan gue.
“Ojek
Pak?” Tanya gue.
“Satria?”
“Maaf
apa saya mengenal anda?”
“Ini
Om Jodi, temen ayahmu dulu Sat”
“Owh
Om Jodi, kemana aja dari dulu Om dicari-cari loh sama polisi”
“Ssssttt,,
jangan keras-keras ngomongnya, Om lagi dalam tahap persembunyian nih” Om Jodi
berbisik kepada gue.
“Om
sudah tau nggak kalo ayah udah meninggal?”
“Sudah
Sat, lebih baik kita berbicaranya nanti aja sekarang kamu antarkan Om ke suatu
tempat”
“Baiklah
Om, ayoo naik!”
Gue
pun memulai perjalanan ke suatu tempat yang dituju Om Jodi, sempat shock sih
melihat Om Jodi yanng masih hidup sampai sekarang. Setelah satu jam melalui
perjalanan akhirnya kami berhenti di sebuah ruko sepi.
“Ngapaen
kesini Om?” Gue bertanya karena penasaran.
“Disini
Om bekerja Sat, tapi jangan bilang siapa-siapa yah”
“Di
ruko sepi ini Om bekerja? Kerja apa’an??”
“Merakit
bom” Om Jodi berbisik kepada gue.
“Ya
Tuhan, insaf Om.. sekarang kan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah” Gue sok
nasehatin Om Jodi, sementara gue nggak ngerti dengan apa yang gue katakan.
“Haha..
kamu sama aja kayak ayahmu, selalu ngeluarin nasehat nggak penting. Dulu Om
mendalami bakat perakitan bom ini kan karena ayahmu juga, dan ayahmu malah
menyuruh Om untuk mengurangi aktivitas pengeboman. Kamu mau nggak nganterin Om
besok? besok Om ada pertemuan dengan pembeli rakitan bom buatan Om”
“Kalau
hal itu membuahkan uang, kenapa tidak om. Oke besok aku antar Om”
“Bagus..bagus..
Besok temui Om disini jam 8 pagi, sekarang tunggu Om disini karena Om akan mengambil
upah antarnya di dalam ruko”
Percakapan
kami selesai setelah Om Jodi memberikan upah dan kembali ke dalam ruko sepi
itu. Gue sempat merasa resah dengan hari-hari esok yang akan gue jalanin.
Menggeluti dunia haram yang pernah diambil ayah gue ini membuat gue berpikir
kalo nantinya nasib gue bisa sama persis dengan nasib ayah.
Sesampainya
di Kos gue menaruh motor di parkiran kos dengan rapi lalu masuk ke kos menuju
kamar, gue sampai di kos tepat jam 4 sore dan telah siap menunggu waktu untuk
berbuka puasa.
“Satria!”
Farhan memanggil gue dari dalam kamarnya setelah gue melewati kamarnya
Di
dalam hati gue berbicara “Sial, gue harus ngeladenin nih bocah gila deh”
“DDAAARRRR!!!!”
Suara ledakan yang begitu keras tiba-tiba terdengar dari arah parkiran kos gue.
Gue dan tetangga-tetangga kos terkejut dan panik mendengar suara ledakan itu.
“Suara
apa itu Sat!” Farhan keluar dari kamar kosnya dengan wajah panik.
Kami
lalu mendatangi asal suara ledakan itu, tidak di duga tenyata itu ledakan
berasal dari motor gue dan gue semakin tidak mengerti dengan apa yang sedang
terjadi sekarang.
Mobil
pemadam kebakaran pun datang beserta beberapa aparat pemerintah untuk
memadamkan api dan mencari tahu penyebab ledakan tersebut.
2
Jam kemudian api berhasil di padamkan lalu aparat pemerintah menyimpulkan
penyebab ledakan tersebut berasal dari ledakan bom rakitan, itu dibuktikan dari
ditemukannya beberapa serpihan bahan peledak di bangkai motor gue.
“Sat,
jadi loe selama ini perakit bom?” Tanya Farhan.
“Jidat
loe mancung!! Sembarangan aja loe ngomong”
“Itu
buktinya ditemukan bahan peledak di bangkai motor loe”
“Ini
pasti gara-gara Om gue” Gue berbisik-bisik ke Farhan.
“Loh
kok loe malah nyalahin orang lain??” Farhan kaget.
“Aduuhh,,
susah yah ngomong sama loe. Terus ngapaen loe tadi nuduh gue ngerakit bom segala??
Sekarang begini aja loe ikut gue nyari Om gue minta penjelasannya! Buruu!!” Gue
mulai esmosi dan menarik tangan Farhan untuk mengajaknya ke Ruko sepi itu.
“Eeh..eh..
gue mau dibawa kemana Sat??” Farhan bergumam.
Gue
harus menyelidiki apa maksud dari Om gue melakukan hal segila ini, memang
berkecibaku di dunia yang tidak baik akan menghasilkan pula sesuatu yang tidak
baik juga. Dengan menggunakan motor scooter matic milik Farhan kami melakukan Long Trip menuju Ruko sepi itu (cieelaah bahasanya gaul banget, kayak udah
jadi host My Trip, My Adventure aja gue).
“Sebenarnya
loe mau ajak gue kemana Sat?” Farhan mencoba mengatasi kebingungannya.
“Tempat
dimana loe bakal tahu jawaban dari peristiwa tadi, udah deh loe jangan banyak
tanya, pertanyaan loe itu nggak ada bobotnya. Gue heran kenapa loe bisa lulus
di SMA dan mendapatkan pekerjaan dengan mudah dengan kualitas otak yang dangkal
kayak air got di depan kos”
“Hmm..”
Farhan mencoba mengartikan omongan gue.
“Stoopp
Sat!!” Farhan mencekuk leher gue dengan keras.
Gue
yang kaget setengah mati mencoba menghentikan motor yang oleng akibat gerakan
Farhan yang tidak stabil.
“Loe
ini kenapa sih Far!? Hampir aja kita koit!” Gue semprot tuh muka Farhan.
“Udah
mulai buka puasa, yuk kita berbuka dahulu lalu cari masjid terdekat untuk
sholat” Ujar Farhan.
Gila
nih Farhan, ternyata dibalik kebegoannya masih terdapat hati dan pikiran yang
suci taat beribadah, gue tersentuh mendengar omongannya Farhan kali ini.
“Okelah
kalo begitu, kita berbuka puasa dulu setelah itu kita cari masjid terdekat”
Kali ini gue sok bijak.
“Itu
kayaknya ada warung makan, yuk kita kesana” Kata Farhan.
“Let’s
Go!”
Kami
pun memarkirkan motor tepat di depan sebuah warung makan yang begitu rame
pengunjungnya.
“Wah..
kelihatannya makanan disini enak-enak, terbukti dari pembeli yang rame datang
kemari” Ujar Farhan.
“Mbak,
kita pesan nasi campurnya dua yah” Gue memesan makanan di kasir.
“Satria??
Ini bener Satria kan?? Masih inget gue?” Tanya Mbak kasir.
“Eh
Santi!”
“Iya
betul Sat, kemana aja loe selama ini gue kira loe udah mati.. haha, nggak
nyangka gue ketemu loe disini” Ujar Santi.
“Biasalah
San, gue kan orangnya suka merantau. Jadi hidup gue nomaden (berpindah-pindah)”
Santi
ini sahabat gue dulu, kita sering main bareng sewaktu gue tinggal di kos yang
lama. Gue pernah suka banget sama dia, tapi karena Santi ini penyuka sesama
jenis jadi seketika musnah rasa cinta gue ke dia.
“Sama
siapa loe kesini Sat?” Tanya Santi.
“Sama
temen kos gue nih”
“Sebentar
yah, gue suruh pelayan buat nyiapin pesanan loe” Santi pergi ke dalam dapur.
“Lama
banget loe pesan makanan Sat, kayak ngantre sembako di kelurahan aja loe”
Farhan berbicara kepada gue setelah gue duduk.
“Haha..
bisa marah juga loe Far?? Sorry tadi yang di meja kasir itu sahabat lama gue,
jadi ada kayak reunian-reunian gitu dulu deh di meja kasir”
“Nggak
peduli gue itu mau sahabat loe kek, pacar loe kek, nenek loe kek, intinya gue
disini buat makan. Titik!” Farhan mulai menyemprot gue.
“Buseett,,
loe resek kalo lagi laper!”
“Maaf
ini pesanannya” Santi datang membawa pesanan kita.
“Yeaah
ayam kecap, kesukaan gue” Farhan menyambar.
“San,
loe kok bisa disini, gimana ceritanya tuh??” Tanya gue.
“Owh
begini ceritanya, loe masih inget Riko?”
“Riko..Riko..??
Riko? Hmm,, ooh yah gue inget! Riko sahabat loe yang homo itu kan”
“Yap
betul! Ini warung makan miliknya Riko, semenjak Riko battle adu masak sama loe
waktu malam minggu di rumah gue itu dia semakin suka memasak, masakan Riko
semakin enak saja dan disuatu hari dia diberikan keyakinan penuh oleh orang
tuanya untuk mendirikan sebuah warung makan. Sampai sekarang warung makan ini
tetap rame pengunjungnya, Gue disuruh memegang kendali manajemen di warung
makan ini karena Riko sudah memperluas bisnis warung makannya dengan mendirikan
cabang warung makan di daerah lainnya”
“Umm,
seperti itu. Iyaah pokoknya kalian sukses terus yah, gue lanjut makan dulu” Gue
menghentikan pembicaraan karena sudah laper banget dan jika pembicaraan ini
diteruskan maka Santi tidak akan berhenti untuk menceritakan cerpen buatannya
itu.
“Owh
silahkan, kalo ada apa-apa panggil aja gue dibelakang” Santi pun melanjutkan
pekerjaannya.
“Umm,
Sat?” Tanya Farhan dengan makanan yang terisi penuh di mulutnya.
“Kenapa
loe?”
“Gue
boleh nambah lagi nggak Sat?”
“Buseett,
gue belum juga mulai makan tapi loe udah minta nambah aja”
“Hehe,,
mau gimana lagi” Farhan tersenyum dan menggaruk-garuk kepalanya.
Setelah
berbuka puasa kami melanjutkan perjalanan menuju masjid terdekat untuk sholat.
Kami sholat dengan khusuk di dalam sebuah masjid. Melakukan ibadah yang memang
seharusnya kami lakukan sebagai pemeluk agama.
“Sekarang
kita kemana Sat?” Tanya Farhan.
“Ke
tempat Om gue”
“Ngapaen
kita kesana?”
“Loe
kalo udah kenyang timbul lagi deh sifat bego loe! Seharusnya gue biarin loe kelaparan
tadi, udah deh mending loe diem ikutin perintah gue aja”
Gue
langsung menarik gas motor dengan kecepatan tinggi dan memulai perjalanan yang
penuh tanda tanya besar ini.
Jam
sudah menunjukkan pukul 22.20 WIB, kami pun tiba di Ruko sepi itu.
“Sat,
disini sepi banget. Gue takut nih!” Farhan menjerit ketakutan.
“Ssstt..
Loe jangan ribut, ikutin aja gue. gue harus tau ada apa di dalam Ruko ini” Gue
berbisik ke Farhan.
“Loe
ngapaen sih malem-malem kesini, kayak nggak ada waktu lain aja loe. Katanya loe
mau ketemu Om loe, mana??”
“Berisik
loe, aahhh gue tinggalin juga loe disini!” Gue menutup mulut Farhan yang udah
kayak ibu-ibu lagi tawar menawar di pasar.
“Jangan
gitu dong Sat” Farhan ketakutan.
Ngeliat
mukanya Farhan saat ketakutan akan kegelapan mirip banget dengan pantat ayam
yang mengembang-kempis saat ditiup. Gue baru tau ternyata orang yang begonya
minta ampun ini juga bisa ngerasain ketakutan yang teramat takut (Njiirr alay deh bahasa gue).
“Gue
kasih tau ke loe yah, Om gue itu perakit bom! Jadi kalo loe ribut gue bisa aja
minta Om gue buat ngeledakin bom di mulut loe yang ember itu” Berbisik kepada
Farhan.
“Iiihh
loe kok gitu sih jadi temen, gue nangis neh, nangis neh!” Farhan tiba-tiba
cemewekan kayak bayi minta di gampar.
“Ssstt,
makanya loe diem bego!” Gue dengan sigap menutup mulut Farhan.
Tiba-tiba
gue mendengar ada suara orang lagi berbicara, rasanya gue pernah dengar
suara-suara mereka. Semakin gue dan Farhan melangkah ke dalam semakin jelas
suara itu gue dengar, Ketika gue intip ternyata.
“Ayah!
Ibu! Kalian ngapaen ada disini??” Gue berteriak dan langsung menghampiri mereka
dari tempat persembunyian gue dan Farhan.
“Hey..hey!
loe mau kemana?? Jangan tinggalin gue!” Farhan mengejar.
“Satria!”
Kedua orang tua gue memanggil gue.
Dari
arah berlawanan gue mendapati dua cewek yang sedang di ikat dengan beberapa bom
rakitan menempel di badannya.
“Ayah,
Ibu, sedang apa kalian disini?? Bukankah kalian ini sudaahh...”
“Haha..
Sudah mati maksudmu?” Om Jodi datang dan memotong pembicaraanku.
“Satriaaa”
Suara cewek yang pernah gue dengar suaranya memanggil dari arah berlawanan.
“Indah!”
Gue hafal itu suara Indah.
“Tolong
aku Sat” Indah menjerit kesakitan.
“Tolong
gue juga Sat” Santi pun terikat disana.
Ternyata
dua cewek itu adalah Indah dan Santi, mengapa mereka ada disini dalam waktu
yang bersamaan dan entah mengapa pula tiba-tiba Farhan menghilang.
“Ada
apa sebenarnya ini!!!” Gue terjatuh menggerang kebingungan.
“Bangunlah
anakku” Kedua orang tuaku memanggilku.
“Kamu
hanya kangen masa-masa lalu Nak, bangunlah anakku” Suara Ibu yang begitu lembut
mencoba meredakan kebingungan yang gue rasakan.
“Bukankah
kamu ingin jadi seperti ayahmu yang gagal ini Satria?? Haha..” Om Jodi
tiba-tiba berada di depan gue.
Gue
nggak mengerti dengan apa yang sedang terjadi disini, pertama Om Jodi datang
tiba-tiba, lalu gue menemukan kedua orang tua gue berada disini dan Indah
bersama Santi pun ikut berada disini pula.
“Siapa
gue sebenarnya???” Gue menangis histeris dalam kegelapan didalam ruko tersebut.
“Satria”
“Satria”
“Satria”
Suara
yang memanggil-manggil nama gue terus-menerus terdengar di telinga gue entah
siapa yang memanggil gue nggak tahu karena disini begitu gelap dan tiba-tiba
saja mereka yang tadinya bersamaku menghilang sekita.
“Satrriiaaa!!”
Suara yang begitu keras dibarengi dengan pukulan halus dibelakang kepala
membuat pandangan gue buram dan badan lemas.
“Woee,
Satria! Mau sampai kapan loe tidur disini!! Bangun! Udah mau buka puasa nih”
Farhan mencoba membangunkan gue.
“Oeeh?
Oeehh??” Gue kebingungan dengan kepala masih agak pusing-pusing gimana gitu.
“Sat,
loe sampai kapan mau di pangkalan ojek? Buru anterin gue ke kos, loe nggak
pulang ke kos?” Farhan menarik tangan gue.
“Kepala
gue kok pusing yah??” Gue memegang kepala.
“Iyaa
jelas pusing lah! Loe dari tadi siang pas gue berangkat kerja loe tidur di
pangkalan ojek ini dan sampai gue pulang dari kerja begini gue masih liat loe
ketiduran disini” Farhan muncrat.
“Ini
jam berapa?” Gue masih agak bingung.
“Ini
udah petang! Jam 18.00 Wib! Bangun dong! Yuk kita pulang”
“Hah?
Jadi gue dari tadi siang ketiduran maksud loe??” Gue kaget ala syahrini.
“Iyaa
keleus! Tadi siang loe gue suruh anterin ke tempat kerja gue aja loe nggak mau,
padahal udah mau gue kasih upah. Malah maen pergi aja loe”
“Gue
udah nyaranin diri keleus buat nganterin loe! Gue kan tukang ojek” Bentak gue.
“Ooh,
loe itu tukang ojek toh.. bilang dong dari tadi! Hehe..”
“Gue
dari awal udah ngasih tau loe Kampreeett!”
Ternyata
itu semua hanyalah mimpi gue di siang bolong, apa karena gue kangen kalian yah
makanya gue sampai memimpikan kalian semua. Ah, masabodo banget gue terlalu
memikirkan mimpi yang nggak jelas tadi. Gue dan Farhan pun bergegas pulang
menuju kos dengan menaiki motor butut gue karena tidak ingin telat berbuka
puasa di hari pertama.
Jadi
gue saranin buat kalian yang suka tidur di siang bolong mendingan ganti
kegiatan kalian tersebut dengan kegiatan yang lebih positif, seperti membuat anak orang menjadi positif hamil. Oops.
Komentar
Posting Komentar